By: Amalia Sinta
"Mbak Sin, saya udah baca teori parenting ini itu. Tapi kenapa saya masih simpel meledak-ledak ke anak ya? Padahal sebelum nikah, saya orang yang sabar. Sekarang anak bertingkah dikit, eksklusif saya bentak-bentak" ðŸ˜
♧♧♧
"Aku nyesel banget abis cubit paha anak sampe beliau nangis kejer, mbak. Aku murka sebab beliau buang-buang masakan yang udah capek-capek ku masakin. Dia bilang gak suka menunya. Tapi saya terlanjur kesel jadi saya paksa beliau makan. Aduuh, saya kok jadi kaya mamaku ya mbak, yang dulu suka maksa dan cubitin saya biar mau makan.." 😣
♧♧♧
"Hampir tiap malem saya ciumin anakku yang lagi tidur, mbak. Itu caraku minta maaf ke dia. Meski saya tau, itu gak bisa menghapus kesalahanku yang gak bisa nahan amarah dan suka aturan beliau dikurung di kamar. Aku cuma pengen beliau dengerin saya sebagai orang tuanya mba. Sebetulnya saya gak mau begitu. Karena saya tau rasanya gak lezat banget, kaya yang dulu sering saya rasain ketika dieksekusi ayahku.." 😢
♧♧♧
Mengapa rasanya kita susah sekali untuk tidak murka ya? Padahal hanya untuk hal kecil. Seolah kata sabar hanya menjadi pesan yang tersirat tanpa makna. Mengapa rasanya sulit sekali mengontrol emosi? Walau hanya untuk hal sepele. Seolah tanggapan atas doa semoga tak emosional tak kunjung datang.
Bunda, Mungkin masalahnya bukan pada diri anak balita kita, yang memang sedang masanya bertingkah macam-macam. Mungkin masalahnya ada dalam diri kita sendiri. Mungkin inner child dalam diri kitalah yang bermasalah.
INNER CHILD yaitu sosok anak kecil yang ada dalam diri kita ketika ini. Inner child menyimpan memori dan emosi tertentu atas sebuah kejadian di masa kecil. Inner child bisa positif yaitu sosok anak kecil yang menyimpan memori dan emosi ihwal kebahagiaan, misal rasa senang besar hati ketika piknik dan tertawa lepas di ketika itu. Inner child bisa pula negatif, yaitu sosok anak kecil yang menyimpan memori dan emosi negatif, yang sering disebut inner child yang bermasalah.
Sosok inner child yang bermasalah ini bisa berupa anak di beberapa rentang usia, tergantung usia kita ketika mengalami kejadiannya. Misal bisa berupa usia 3 tahun yang merasa kesepian sebab tak mendapat cukup waktu, perhatian dan kasih sayang orangtuanya. Orangtuanya sibuk mencari harta, sampai lupa di rumah mereka punya harta paling berharga yang berjulukan anak.
Bisa berupa anak usia 4 tahun yang memendam kesedihan dan kekecewaan pada orangtua yang terasa tidak adil. Dia tak pernah paham, kenapa menjadi abang harus selalu mengalah. Dia tidak mengerti, kenapa benar ataupun salah, beliau harus dieksekusi dalam kamar mandi yang terkunci sebab berantem dengan adiknya. ðŸ˜
Bisa berupa anak usia 5 tahun yang trauma atas bentakan dan pukulan dari ayahnya ataupun dibully teman sekolahnya. Si anak tak bisa mengerti, mengapa orangtuanya eksklusif berteriak murka ketika melihat jam dinding sudah menunjuk ke angka tertentu. Dia harus segera memenuhi jadwalnya untuk mandi atau tidur, kalau tidak, beliau akan kena pukul Orangtuanya tak mau peduli, bahwa beliau hanya butuh waktu sedikit lagi menuntaskan susunan lego yang sedang dirangkainya dengan susah payah. Ia tak pernah diberi kesempatan untuk berpendapat.
Dari kumpulan aneka kejadian selama hidupnya ketika kecil, akan tercipta beberapa inner child yang bermasalah dalam diri seseorang. Ketika kini kita mengalami kejadian yang sama, meski posisi kita sudah berubah jadi ibu, memori akan membangunkan lagi inner child yang usang tertidur. Dia akan marah, sebagai wujud ekspresi emosinya yang dulu tertahan. Maka kita menjadi ibu yang pemarah. Yang sebetulnya kita murka pada orangtua kita dulu, namun melampiaskannya ke anak kita sekarang. Anak akan jadi korban emosi orangtuanya, persis menyerupai kita dulu 😣
Lalu bagaimana cara tetapkan mata rantai luka dan trauma masa kecil ini?
Berikut cara self healing yang bisa dilakukan sendiri untuk menyembuhkan inner child yang bermasalah :
1. PENERIMAAN
Memang rasanya sungguh tidak enak. Rasa sedih, kecewa, marah, takut, kesepian, semua terasa menyesakkan dada. Tapi cobalah mengenali rasa itu lagi, terima bahwa kita memang pernah merasakannya. Menyangkalnya berarti sama dengan menyangkal keberadaan si inner child dalam diri kita.
Bagaimana mungkin kita akan berusaha menyembuhkannya, bila kita tidak mau mendapatkan keberadaannya? Selama ini mungkin kita tidak menyadari kehadiran inner child dalam diri kita. Sering dianggap tidak ada, ataupun merasa sudah sembuh sendiri sebab kejadiannya sudah bertahun-tahun yang kemudian dan terlupakan.
Tapi sebenarnya, rasa sesak itu masih ada. Hanya saja mengendap dalam hati terdalam. Dan sebetulnya luka tersebut masih terbuka. Maka ketika ada kejadian yang sama terulang, luka itu naik ke permukaan. Rasanya sungguh pedih perih ketika tertetesi emosi yang sama.
Dan bila ketika itu tiba, ketika kejadian yang sama terulang, ketika anak kita melaksanakan suatu kesalahan yang sama dengan kita dulu, maka rasanya emosi dalam diri eksklusif ingin meledak.
2. KOMUNIKASIKAN KE DALAM
Ingat-ingat, apakah ada memory yang sama, kejadian yang sama menyerupai ini, ketika kita kecil dulu?
Bayangkan inner child kita, panggil beliau dan bicaralah dengannya. "Wahai diriku yang kecil, datanglah. Hadirlah, saya ingin menemuimu". Hati akan menuntun kita untuk menampilkan inner child sesuai masalahnya. Jika masalahnya yaitu kesepian, inner child kita bisa berupa sosok anak yang sedang duduk memeluk lutut di pojokan yang gelap. Jika masalahnya yaitu kekerasan dan kurungan, inner child kita bisa berupa sosok anak yang tengah terisak menangis ketakutan dalam kamar mandi yang terkunci. Jika masalahnya yaitu kemarahan, inner child kita bisa berupa sosok anak kecil yang sedang memukuli tembok sampai tanggannya luka dan berdarah.
Datangi perlahan, nyalakan lampunya. Belai lembut rambutnya. Katakan kau ingin menolongnya, menemaninya. Supaya beliau gak sendirian. Katakan kau ingin mengobrol dengannya. Supaya beliau gak kesepian. Awalnya mungkin beliau akan membisu saja. Tapi teruslah tersenyum padanya. Raih kepercayaannya. Bila beliau mulai mau membuka mulut, sapalah perlahan.
Kau : hai, apa yang lagi kau rasakan?
Inner child : dadaku sesak, jantungku berdebar, saya pusing.
Kau : owh itu berarti kau lagi marah. Marah sama siapa, kenapa?
Inner child : sama mama. Aku habis dimarahi mama. Aku niscaya dimarahin kalo minta main sama mama. Mama gak mau nemenin saya main. Makara saya selalu sendirian.
Kau : oowh gitu. Mama kemana?
Inner child : Mama kadang kerja, kadang di rumah. Tapi kalau di rumahpun saya gak ditemenin. Selalu disuruh main sendiri. Mama di rumah masak terus, nyapu terus, nyuci terus..
Kau : aduh, rasanya gak lezat banget ya dimarahin dan selalu sendiri. Tapi kini ada saya yang nemenin kamu. Udah gak kesepian lagi kan.
Inner child : iya, saya senang ada yang menemani..
♧♧♧
Dengan berbicara pada inner child yang bermasalah, kita memperlihatkan kesempatan padanya untuk bercerita. Dengan menanggapinya, kita membantu beliau melepaskan emosi negatif yang selama ini mengurungnya. Setelah beliau merasa lega, kita pun akan mencicipi sebuah kelegaan. Satu batu dalam hati telah bisa disingkirkan.
Terry Pratchett, seorang penulis novel fantasi terlaris pernah menyampaikan :
"Hello inner child, I'm the inner babysitter!"
Rasanya tepat sekali kalau diri sendiri yang paling pas untuk menjadi pengasuh bagi inner child kita. Karena diri sendiri yang pernah mencicipi emosi-emosi si inner child. Maka jadilah pengasuh yang memperlihatkan perhatian, kasih sayang dan pelukan yang dulu tak pernah kita sanggup dari orangtua..
3. MEMAAFKAN
Amarah, apalagi dendam yang kita simpan dalam hati, bagaikan bara api yang hanya akan memperabukan diri sendiri. Maafkanlah kesalahan mereka. Mereka berlaku demikian bukan sebab tidak sayang. Tapi sebab ketidaktauan mereka ihwal ilmu parenting, sebab punya terlalu banyak anak tanpa bisa menyebarkan waktu dan perhatian yang adil, ataupun sebab tekanan ekonomi.
Beruntunglah kita yang kini hidup di jaman serba internet, dimana aneka macam ilmu simpel diakses. Termasuk cara mengasuh anak. Lain halnya dengan orangtua kita. Dan besar kemungkinan, cara didik orangtua kita yaitu warisan dari kakek nenek kita.
Maka ucapkanlah pada diri sendiri berulang-ulang:
"Ayah ibu, saya sudah memaafkanmu. Aku percaya kalian sungguh mencintaiku. Akan slalu ku ingat betapa besar jasa kalian merawat dan membesarkanku. Kesalahanmu dalam mengasuhku hanya sebab ketidaktauanmu, bukan sebab tidak sayang. Aku telah memaafkanmu".
Masa kemudian tak pernah bisa kita ubah. Tapi kita selalu bisa merubah sikap dalam menghadapinya. Maafkan ketidaksempurnaan masa lalu. Toh kita sudah diberi makan, diberi kawasan tinggal dan disekolahkan oleh orangtua. Tanpa mereka, kita tak akan tumbuh besar menyerupai ketika ini.
4. MELEPASKAN
Tiap bayangan itu datang, alihkan dengan melaksanakan hal yang kita suka. Supaya suasana hati kita jadi senang lagi. Kemudian fokuslah ke masa kini dan masa depan.
Lakukan rangkaian self healing ini secara rutin. Ulangi untuk memanggil inner child Anda. Lakukan di ketika tenang, tidak ada orang. Bisa di malam hari ketika semua tertidur. Bayangkan sosok anak kecil dalam diri anda. Bicaralah dengannya, tanyakan perasaannya. Ingat kembali memori yang menyesakkan hati. Urai satu persatu problem yang belum terselesaikan. Ungkapkan satu persatu emosi yang masih tertahankan.
Lakukan berulang sampai seluruh bayangan inner child yang tidak senang itu menghilang. Digantikan dengan inner child yang tersenyum, ceria, bersemangat dan bahagia.
Martha Beck, seorang penulis lulusan Harvard University pernah menyampaikan :
"Caring for your inner child has a powerful and surprisingly quick result : Do It and the child heals"
"Dengan merawat inner childmu, akan memperlihatkan hasil yang luar biasa dan mengejutkan dalam waktu relatif singkat. Lakukan itu dan si anak akan sembuh."
Maka rangkullah inner child kita, sembuhkan, dan kita akan melihat hasil yang menakjubkan. Diri ini akan lebih bisa memaklumi tingkah anak, akan tidak simpel murka dan hati terasa lebih damai.
Namun bila Anda tak bisa menghadirkan inner child dan punya masa kecil yang sangat kelam, saya sangat menyarankan semoga Anda berkonsultasi dengan psikolog, semoga dibantu memanggil inner child yang bermasalah dan diharapkan sanggup menyelesaikannya dengan baik, semoga tidak mengganggu kehidupan Anda ketika ini yang telah menjadi seorang ibu. Agar Anda tidak mewariskan kesalahan yang sama dalam mengasuh anak, yang akan terus menurun ke cucu Anda kelak.
Sudah cukuplah anak kita mencicipi juga sakitnya cubitan. Jangan ulangi lagi pukulan. Jangan biarkan beliau merasa sendirian, tak didengar pendapatnya, diabaikan dan hidup dalam ketakutan atas bentakan dan makian.
Ayo putuskan mata rantai inner child ini. Terima. Komunikasi ke dalam. Maafkan. Lepaskan. Maka masa kemudian yang jelek itu akan menjadi pil pahit yang bisa menyebabkan kita pribadi yang lebih kuat.
Menjadi ibu yang tahu cara merawat anak dengan baik, tidak melaksanakan kesalahan yang sama. Yang lembut namun bisa tegas ketika diperlukan, tanpa harus melukai perasaan maupun fisik anak. Kita bisa berdiri tegak sebagai ibu yang bahagia. Menjadi ibu yang sepenuhnya dicinta oleh belum dewasa yang tak dibentuk merana. Demi masa depan mereka yang istimewa.
Selamat berjuang tetapkan mata rantai inner child ini bunda..
Mari ciptakan memori masa kecil yang indah bagi buah hati kita
Dan percayalah,
Menjadi ibu itu jauh lebih menyenangkan
Saat kita tak lagi dibayangi masa kecil yang menyedihkan..
Untuk seluruh Ibu luar biasa di negri ini..